first encounter

yundaily
4 min readNov 29, 2023

--

Malam itu, sama seperti malam-malam biasanya ketika aku kebagian kerja di shift 2, aku membeli kopi hangat di wedangan depan tempat kerjaku untuk mengusir kantuk. Tak seperti biasanya, aku memilih untuk membawa kopiku dalam wadah kantong plastik. Agar lebih fleksibel untuk aku bawa masuk ke dalam toko.

Malam itu, seperti biasa, aku memandangi jalanan yang cukup ramai oleh lalu lalang kendaraan, sembari menyeruput kopi hangat di genggaman. Berdiri sendirian di depan toko, berharap ada pelanggan masuk membeli HP atau sekadar aksesoris. Apapun asal toko kami mendapat keuntungan.

Tak lama, kedua mataku menangkap seseorang yang baru saja memarkirkan motornya di depan toko. Aku langsung menduga, dia salah satu leaderku dari toko cabang lain yang datang untuk mengambil barang.

“Selamat malam, Kak,” sapaku pada laki-laki berpostur tinggi yang memakai topi, kacamata, lengkap dengan masker penutup wajah. Meski pandemi tak lagi merajalela, namun tampaknya kebiasaan memakai masker masih terbawa oleh laki-laki itu.

Laki-laki itu tampak canggung saat berjalan ke arahku. Batinku sibuk bertanya-tanya, leader dari toko mana ini kenapa asing di mataku?

Aku refleks mempersilakannya masuk ke dalam toko, sementara tangan kananku masih menggenggam sekantong plastik kopi panas yang baru aku minum satu teguk. Sial, aku merasa malu saat harus menyambut leaderku dalam keadaan seperti itu.

“Mau cari kabel data, Kak?”

Aku terkejut mendengar pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulutku sendiri. Kenapa aku langsung menanyakan hal itu? Kenapa tidak aku kasih pertanyaan ‘Mau cari HP apa, Kak?’, lagian ini kan toko HP. Orang ini betulan leaderku atau memang benar pelanggan yang akan membeli sesuatu, sih?

Pertanyaan-pertanyaan di dalam kepalaku langsung menemui jawabnya karena laki-laki itu merespon jawabanku dengan kalimat terbata. “Iya, ada kabel data?”

Ah, memang pelanggan rupanya. Batinku lega.

Aku berjalan ke arah rak aksesoris sambil mengisyaratkan kepada temanku yang sudah berdiri siaga di sana bahwa laki-laki itu mencari kabel data. Sementara aku pamit ke belakang sebentar untuk menaruh minumanku. Dari dalam, aku mendengar percakapan temanku, kepala tokoku, dan laki-laki itu. Sepertinya laki-laki itu sudah menentukan pilihannya.

Aku kembali ke depan menuju meja kasir untuk membantu pembuatan nota. Toh, aku belum terlalu hapal detail spesifikasi aksesoris HP, jadi mau ikut nimbrung pun percuma.

“Udah punya member belum, Mas?” tanya kepala tokoku, Ivan, kepada laki-laki yang bahkan tak melepas topinya saat sudah di dalam ruangan.

Aku mendengar sambil lalu saat laki-laki itu mengiyakan tawaran Ivan. Aku sempat melihat laki-laki itu mengetikkan data dirinya ke dalam form member di handphone Ivan. Sementara itu, aku membuka portal penjualan dari laptop toko untuk bersiap memproses transaksi laki-laki itu. Hingga ketika Ivan menyodorkan HPnya sambil menunjukkan data member laki-laki itu, ketika jariku bersiap mengetikkan email yang terdaftar ke dalam sistem, saat itulah mataku setika terbelalak saat menyadari identitas laki-laki itu. Jantungku terasa seperti jatuh ke perut saat aku mengetikkan huruf demi huruf alamat email laki-laki itu. Demi Tuhan aku malah menjadi gugup saat memindai barcode kabel data hingga laki-laki itu turun tangan membantuku hingga proses pemindaian berhasil.

Bagaimana bisa?!

Aku masih tercenung bahkan hingga laki-laki itu dan Ivan duduk di kursi untuk mengecek barang pembeliannya, kabel data dan earphone. Firsha Jorgie. Bagaimana aku tidak mengenali nama itu, yang beberapa hari terakhir sering muncul di list viewers storyku? Bahkan sejak aku mengikuti balik Instagramnya, kami chat cukup intens di DM. Aku tak pernah menduga laki-laki itu akan datang ke tokoku untuk beli kabel data. Memang sih, beberapa hari lalu dia sempat bertanya tentang apakah di toko tempatku bekerja ada kabel data. Tapi kenapa laki-laki itu datang secara khusus ke tokoku ini yang notabene baru buka, sedangkan aku yakin kalaupun dia mampir untuk beli sepulang kerja, ada banyak toko aksesoris lain di sepanjang rute pulang kerjanya. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu di balik semua ini.

Di sela-sela obrolan Ivan dan laki-laki bernama Firsha itu, aku meminta ijin untuk foto dokumentasi penjualan. Firsha tampak kikuk dan sedikit menolak buat apa difoto segala. Aku beralasan ini hanya untuk dokumentasi internal, dan nyatanya prosedurnya memang begitu.

Setelah proses pengecekan barang selesai, entah dapat dorongan dari mana aku menyusul laki-laki itu yang sudah melangkah keluar toko.

“Oh, ternyata dirimu..?”

Firsha yang baru akan menghidupkan mesin motornya tampak kaget dengan “sapaan”ku. Jantungku bergetar, berdiri berhadapan dengan laki-laki yang selama ini hanya aku kenal lewat media sosial. Apalagi dengan percakapan kami di DM yang sudah seperti teman lama. Tapi berhadapan langsung dengannya seperti ini ternyata membuatku gugup juga.

Sepertinya, dia juga merasa gugup. Karena dia sedikit terbata saat mengobrol denganku.

Ketika akhirnya laki-laki itu pamit untuk pulang, aku merasa ada sesuatu di dalam diriku yang kembali hidup.

Malam itu bukanlah malam biasa. Karena malam itu, aku bertemu denganmu.

--

--